Identifikasi 8 Aspek Ergonomi di Industri Konstruksi dan
Service Mesin ;
Dari Junal Karya Wahyu Susihono Ariesca, Anbar Firdaus, Cheva Nicuba, Rihan Hidayatullail, Yogi Agnan ; Studi Kasus PT AWW.
Daftar isi
Ergonomi adalah komponen kegiatan dalam ruang lingkup yang sangat luas antara lain meliputi penyerasian pekerjaan terhadap tenaga kerja secara timbal balik untuk efisiensi dan kenyamanan kerja (sumamur, 1989). Sasaran ergonomi adalah seluruh tenaga kerja baik sektor modern maupun pada sektor tradisional dan informal. Pada dasarnya seluruh kegiatan yang menggunakan tenaga kerja manusia di dalamnya akan selalu berhubungan dengan ergonomi karena kaitannya dengan hukum atau ata cara kerja yang benar.
Aktivitas kerja secara manual secara umum kurang memperhatikan kenyamanan, kesehatan maupun keselamatan kerja manusia, tanpa disadari akan mempengaruhi efektifitas, efesiensi, dan produktivitas kerja (jovianto, 2005). Ergonomi yang secara umum diartikan sebagai the study of work telah mampu membawa perubahan yang signifikan dalam mengimplementasikan konsep peningkatan produkstivitas melalui efisiensi penggunaan tenaga kerja dan pembagian kerja berdasarkan spesialisasi-keahlian kerja manusia (bridger, 1995; sanders dan mccormick, 1992).
PT AWW merupakan salah satu perusahaan yang berada di kota cilegon sebagai perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi benda kerja dan service mesin, terdapat 40 pekerja di dalamnya termasuk operator dan staff administrasi dengan waktu kerja yaitu 8 jam kerja dan 1 jam istirahat selama 6 hari kerja. Sistem kerja pada PT AWW cenderung berubah-ubah, mengingat kegiatan yang dilakukan bergantung pada pesanan dari pelanggan.
Oleh karena itu, dibutuhkan performansi pekerja yang dapat bekerja memenuhi target perusahaan dalam segi produktivitas maupun segi kepuasan pelanggan dengan menggunakan 8 aspek ergonomi. Produktivitas dapat diukur melalui aspek penambahan output tanpa penambahan input dan atau output tetap dengan pengurangan input. Pengukuran produktivitas dapat ditinjau berdasarkan kuantitas kerja, kualitas kerja, dan ketepatan waktu (Simamora, 2004).
Dalam penelitian ini mengidentifikasi penggunaan input berupa tenaga otot tenaga kerja dan peningkatan kualitas kerja untuk mendapatkan output tetap atau bahkan bertambah. Selanjutnya besar perolehan pengukuran produktivitas difungsikan sebagai umpan balik pelaksanaan kerja, mengetahui evaluasi kerja, mengetahui faktor keputusan, kebutuhan latihan dan pengembangan, perencanaan dan pengembangan karir, dan lain-lain (Sinungan, 2005). Performansi kinerja ini diwujudkan dari apek tenaga kerja manusia (human factor) yang dapat di identifikasi dengan menggunakan pendekatan 8 aspek ergonomi yaitu kebutuhan nutrisi (energy), tenaga otot, sikap tubuh, lingkungan kerja, kondisi waktu, kondisi sosial, kondisi informasi, dan interaksi manusia mesin.
Metode Penelitian yang Digunakan
Rancangan pada penelitian ini adalah dengan pendekatan metode analitik-observasional yaitu pengamatan tanpa adanya intervensi untuk mengungkap fakta suatu sebab-akibat yang diuraikan secara deskriptif. Penelitian dilakukan dengan melakukan observasi terhadap cara kerja dan lingkungan kerja meliputi interaksi antara manusia , interaksi manusia-mesin, dan lingkungan fisik. Penelitian ini difokuskan pada interaksi pekerja-mesin pada mesin las, mesin bubut, mesin frais, dan mesin mill.
Lingkungan fisik yang dapat diukur pada penelitian ini adalah besar pencahayaan (lux), kebisingan (dB), kelembaban, dan temperatur pada stasiun kerja yang diamati. Hasil pengukuran kondisi lingkungan fisik kemudian membandingkan dengan kondisi lingkungan fisik pada ketentuan Nilai Ambang Batas berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1405/MENKES/SK/XI/2002.
Pengamatan diambil sebanyak 5 titik pada area kerja, kemudian dihitung nilai rata-rata untuk mengetahui besar faktor lingkungan fisik terhadap paparan tubuh. Pengamatan terkait kebutuhan nutrisi, penggunaan tenaga otot, kondisi waktu, dan kondisi sosial dilakukan dengan melakukan interview terhadap pekerja, sedangkan pengamatan terkait sikap tubuh, kondisi informasi, dan interaksi manusia-mesin dilakukan dengan merekam kegiatan produksi berupa gambar dan video agar lebih mudah diamati dan dianalisis.
Hasil dan Pembahasan
Kebutuhan Nutrisi; Pada workshop PT AWW memiliki lingkungan kerja yang relatif panas atau diatas suhu nyaman manusia bekerja, sehingga kebutuhan karbohidrat dan mineral lebih dominan (Grandjean,1993). Perusahaan belum menyediakan fasilitas untuk melengkapi kebutuhan nutrisi atau memulihkan kembali tenaga operator yang bekerja. Pemenuhan nutrisi untuk pemulihan energi pada tiap operator hanya berupa makan dan minum yang tidak memiliki aturan mengenai kriteria asupan nutrisi.
Tenaga Otot; Pengeluaran tenaga otot pada sebagian task yang dilakukan operator termasuk dalam kegiatan yang membutuhkan tenaga otot yang besar. Contohnya adalah kegiatan trasportasi material yang mayoritas berukuran besar dan memiliki massa besar, di mana alat yang digunakan hanya berupa hand forklift dan manual material handling. Selain itu kegiatan lainnya seperti mengelas, dan membubut tidak terlalu membutuhkan tenaga otot yang besar kecuali pada saat aktivitas set up bahan baku ke mesin karena pada saat set up operator di industri melakukan set up seperti membersihkan mesin, dan pengecekan material, memindahkan material, mengukur dan mengkalibrasi mesin sesuai standar (Pangribuan, 2010).
Sikap Tubuh; Beberapa task yang dilakukan operator ditemukan sikap kerja yang tidak ergonomis, contohnya pada operator yang menggunakan mesin bubut saat melakukan set up mesin, dengan sikap tubuh kondisi membungkuk, aktivitas ini dapat menyebabkan cedera pada tulang bagian belakang (Tarwaka, 2004). Aktivitas pengelasan yang dilakukan di lantai atau tanpa meja kerja khusus, dan operator melakukannya dalam posisi jongkok, sehingga memiliki resiko sakit pada kaki dan pinggang. Hampir seluruh kegiatan dilakukan dengan durasi waktu yang lama dan dengan sikap kerja yang berulang-ulang. Berikut ini adalah gambar postur kerja operator :
Berdasarkan gambar 1 dapat dianalisis postur tubuh pekerja saat melakukan pengelasan dalam keadaan membungkuk. Sikap ini dapat menyebabkan cedera otot tulang belakang seperti L5/S1 apalagi dikerjakan dalam waktu yang relatif lama dan dilakukan berulang-ulang. Sikap kerja yang tidak alamiah ini menyebabkan posisi tubuh bergerak tidak alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi resiko terjadinya keluhan otot skeletal. (Tarwaka, 2004).
Berdasarkan gambar 2 terlihat bahwa postur kerja pada stasiun frais terdapat pengangkatan bahu dan siku ke atas menjauhi benda kerja. Hal ini dapat menyebabkan cedera otot lengan dan menimbulkan rasa pegal yang disebabkan oleh adanya penimbunan asam laktat berlebih.
Berdasarkan gambar 3 terlihat postur tubuh operator saat melakukan aktivitas di mesin milling kecenderungan sedikit membungkuk dan bahu terangkat. Hal ini dapat menimbulkan cedera pada leher dan tulang belakang, apalagi proses kerja ini dilakukan dalam waktu relatif lama dan dilakukan berulang-ulang.
Berdasarkan gambar 4 terlihat postur tubuh operator saat melakukan proses milling dengan kaki terangkat ke atas. Sikap kerj ini tidak sesuai dengan posisi kerja seharusnya yaitu tubuh bekerja pada posisi normal adalah kaki lurus anatomis.