Mengapa Kepedulian Setiap Individu Berbeda-Beda dalam Melihat Risiko K3? dan Bagaimana Jika Persepsi Risiko Tidak dipertahankan pada level yang baik?

Terkadang dalam melakukan suatu pekerjaan kita dihadapkan oleh suatu perbedaan sudut pandang. Contoh: Ketika terjadi nearmiss (Pekerja tersandung kabel listrik) menganggap bahwa “weshhh, tidak apa-apa, santai!” dan tetap saja melanjutkan pekerjaannya tanpa melakukan tidakan korektif, namun ada juga yang sangat peduli dan segera melaporkan kejadian tersebut kepada atasanya untuk dilakukan tindakan korektif.

Ada orang yang sangat peduli terhadap risiko sebaliknya ada yang kurang peduli. Hmmmmm… Mengapa hal tersebut terjadi? Hal ini pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan persepsi seseorang terhadap risiko yang dipengaruhi berbagai faktor antara lain latar belakang sosial, budaya, pengalaman dan pengetahuan.

Persepsi Risiko

Gambar  Persepsi Visual

(a). Apakah garis sama panjang? (b) Muka atau Vas? (c) Wajah atau Pemain Sexophone?

Persepsi adalah cara seseorang menginterpretasikan suatu informasi atau dengan kata lain cara seseorang menafsirkan lingkungannya atau cara seseorang meyakini/memahami suatu situasi. Orang memahami dan mendapatkan informasi melalui apa yang mereka lihat, dengar, sentuh, cicipi dan cium (panca indra).

Setiap individu secara konstan merespon rangsangan yang masuk dengan berbagai cara. Stimulus ini dapat diterima, ditolak atau bahkan diabaikan. Itu semua tergantung pada apakah stimulus mendukung atau bertentangan dengan keyakinan, nilai, dan sikap individu. Proses ini membentuk dasar persepsi.

Dengan kata lain, persepsi dapat didefinisikan sebagai ‘bagaimana lingkungan menyajikan dirinya kepada individu’. Oleh karena itu, setiap individu berbeda karena dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti faktor keturunan dan lingkungan. Inilah yang membuat setiap individu unik.

PERSEPSI RISIKO

Lantas bagaimana dengan persepsi risiko? Secara sederhana, persepsi risiko dapat didefinisikan sebagai sebuah penilaian subjektif dari Ketidakpastian akan kemungkinan kejadian/peristiwa yang dapat terjadi dan seberapa peduli kita dengan konsekuensinya.

Setiap orang memandang risiko dengan cara yang berbeda dan tidak ada dua orang atau lebih yang selalu memandang risiko yang sama dengan cara yang sama. Bagaimana orang memandang risiko dapat dikaitkan dengan, misalnya, keterampilan yang tersedia untuk individu, faktor motivasi, pengalaman masa lalu, dll.

Sebagai contoh, suatu peristiwa yang menimbulkan kesan mendalam dalam diri seseorang akan mempengaruhi persepsinya. Seperti kecelakaan pesawat terbang sebut saja pesawat LION Air JT-610. Pesawat jenis Boing 737 Max 8 ini jatuh diperairan Tanjung Pakis, Karawang, Jawa Barat dan tercatat memakan korban (fatality) sebanyak 189 orang yang terdiri dari 181 penumpang, pilot dan copilot serta 6 awak kabin.

Peristiwa tersebut memberikan kesan dramatis bagi masyarakat, terlebih peristiwa ini diliput secara luas. Hal ini akan mempengaruhi persepsi masyarakat tentang bahaya naik pesawat terbang.

Berbeda dengan kecelakaan lalu-lintas yang hampir terjadi setiap hari tetapi tidak dramatis dan tidak memberikan kesan mendalam bagi masyarakat. Karena itu persepsi masyarakat terhadap bahaya naik pesawat terbang berbeda dengan bahaya naik angkutan umum. Masyarakat lebih takut naik pesawat terbang dibanding manaiki kendaraan umum di jalan raya, padahal risiko kecelakaan lalu-lintas jauh lebih besar dibanding dengan kecelakaan pesawat terbang.

Persepsi tentang risiko berpengaruh terhadap tingkat keselamatan namun keduanya merupakan suatu paradoks yang saling terkait.

safety paradox

Sikap manusia terhadap keselamatan seperti paradoks antara dua aspek yaitu aspek kewaspadaan, kepedulian atau awareness dengan kejadian atau kecelakaan. Jika manusia berada pada tingkat awareness yang tinggi maka peluang kecelakaan atau kejadian akan menurun demikian pula sebaliknya. Persepsi risiko ini akan naik turun seperti grafik diatas.

Pada saat awareness seseorang mengenai risiko berada di puncak, angka kecelakaan, kegagalan atau penyimpangan akan turun. Sebaliknya disaat persepsi risiko seseorang, kelompok atau masyarakat menurun, maka kewaspadaan juga akan menurun sehingga peluang terjadinya kecelakaan atau kegagalan akan meningkat.

Ketika terjadi kecelakaan, kegagalan atau penyimpangan, persepsi risiko kembali meningkat sampai ke puncak, semua orang berbicara mengenai keselamatan. Kewaspadaan dan perhatian mengenai keselamatan meningkat sehingga peluang terjadinya kecelakaan berkurang.  Namun, seiiring waktu, jika keadaan telah kembali normal persepsi tentang risiko biasanya akan menurun sampai kecelakaan atau kejadian berikutnya kembali terulang.

persepsi risiko

Bekerja di ketinggian memiliki risiko yang tinggi juga

Hal ini dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Ketika sering terjadi pencurian, semua orang meningkatkan kewaspadaannya. Penjagaan atau siskamling dilakukan. Petugas ronda malam rajin berkeliling. Namun, tanpa disadari pada masa-masa tersebut, para pencuri sedang tengkurap. Mereka menghentikan kegiatannya sehingga kasus pencurian akan menurun.

Sebagai akibatnya petugas siskamling mulai jenuh dan lalai. Petugas siskamiling ogah-ogahan dan disaat itu pula pencuri akan beraksi kembali.

Kecelakaan serupa terlihat dari berbagai kejadian kecelakaan di tengah masyarakat. Ketika terjadi kecelakaan pesawat udara, semua media masa akan menyorotnya. Semua orang membicarakan masalah kecelakaan dan keselamatan. Seluruh perhatian terpusat pada keselamatan angkutan. Semua prosedur ditinjau ulang. Pemeriksaan pesawat diperketat. Prosedur dijalankan dengan konsekuen.

Demikian juga ketika banyak kecelakaan di sektor misalnya Konstruksi, semua prosedur ditinjau ulang, pemeriksaan pesawat angkat-angkut diperketat, prosedur dijalankan dengan konsekuen, dilakukan audit, semua pihak ribut sampai menteri turun tangan melakukan moratorium pekerjaan konstruksi bahkan pergantian pejabat. Sebagai akibatnya peluang terjadinya kecelakaan dan penyimpangan akan menurun, seolah-olah keadaan menjadi lebih aman dan selamat.

Namun, seiiring berjalannya waktu ketika persepsi risiko menurun, tingkat kewaspadaan pun mulai berkurang. Penyimpangan kecil mulai terjadi dan dibiarkan sehingga berakibat dengan kecelakaan berikutnya.

PENTINGNYA PERSEPSI RISIKO

Dari sisi K3, kondisi seperti diatas sangat membahayakan karena persepsi risiko pada pekerja naik turun dipicu oleh kejadian. Kesadaran seseorang dalam menerima informasi yang didapat mengenai baik buruknya kondisi lingkungan kerja akan diproses dan disimpan oleh otak sehingga membentuk persepsi, informasi ini dapat membantu seseorang memutuskan tindakan yang akan diambilnya.

Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Oswald, David, dkk. bahwa keberhasilan seseorang dalam mempersepsikan, mengenal dan memutuskan untuk menghindari bahaya akan menyebabkan perilaku aman (safe behavior) dan sebaliknya kegagalan dalam tahap–tahap tersebut akan mengakibatkan perilaku berbahaya (Unsafe Action).

Lebih dari itu, persepsi risiko sangat berkontribusi besar dalam kegiatan inti K3 “risk management” diantaranya pada proses:

  1. Komunikasi dan Konsultasi

Dalam proses komunikasi dan konsultasi misalnya, Pekerja melaporkan nearmiss kepada atasannya namun sang atasan menganggap kejadian tersebut adalah hal yang wajar ditempat kerja sehingga tidak perlu untuk ditindaklanjuti. Silahkan dibayangkan apa yang akan terjadi kemudian?

  1. Penentuan risiko yang dapat diterima (Acceptable risk)

Jika pekerja ternyata dikelilingi oleh berbagai macam bahaya dan risiko ditempat kerja (misalnya, Bekerja di ketinggian tanpa alat pelindung dan pengaman) namun menganggap bahaya tersebut biasa-biasa saja bahkan menganggap risiko tersebut tidak ada. Dengan anggapan “selama bertahun-tahun bekerja saya tidak pernah celaka tanpa menggunakan alat tersebut” sehingga memutuskan untuk menerima bahaya dan risiko tersebut padahal dengan demikian dapat mencelakakan dirinya.

  1. Pengambilan kebijakan terhadap risiko yang ada

Bisa pula dibayangkan jika top manajemen menganggap risiko yang ada tidak penting sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk meminimalkan risiko.

MEMPERTAHANKAN ATAU MENINGKATKAN PERSEPSI RISIKO

Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memelihara persepsi risiko pada level yang tinggi yaitu semua pekerja dalam perusahaan selalu diingatkan tentang risiko pekerjaan dan dampak yang dapat ditimbulkan.

  1. Meningkatkan Pengetahuan/kesadaran

Dengan memiliki pengetahuan yang baik, maka akan terbentuk persepsi baik pada seorang pekerja. Pengetahuan yang diperoleh pekerja bisa didapat berdasarkan pendidikan, bacaan, maupun pelatihan yang pernah diikuti.

–          Pendidikan

Pendidikan yang dimaksud adalah untuk memberikan pemahaman kepada pekerja dan mengubah mindset akan pentingnya Keselamatan Kesehatan Kerja. Contoh: Melakukan kegiatan safety talk rutin.

–          Bacaan

Bacaan juga tak kalah pentingnya dalam upaya untuk meningkatan pengetahuan pekerja. Bacaan ini biasa kita temui pada HSE Bulletin, Pamflet ataupun HSE Alert/Lesson Learn kecelakaan yang dikirim melalui pesan (Smartphone).

–          Pelatihan

Pelatihan ini tidak hanya ditujukan untuk dapat meningkatkan pengetahuan seorang pekerja terhadap pekerjaannya saja, namun bagaimana pelatihan lakukan untuk memberikan pemahaman kepada pekerja terkait bahaya dan risiko apa saja dan bagaimana mengelola risiko tersebut dalam pekerjaan. Contoh: Memberikan safety induction, pelatihan HIRA dan memberikan pelatihan berdasarkan kebutuhan pekerja dengan melakukan Training Need Analysis terlebih dahulu.

  1. Partisipasi aktif dari Top Manajemen

Salah satu penelitian yang dijelaskan oleh Sidney Dekker dalam buku yang berjudul The Field Guide to understanding ‘human error’ menunjukkan bahwa keterlibatan aktif oleh top manajemen dalam masalah keselamatan memiliki berbagai implikasi positif. Persepsi positif tentang keterlibatan top manajemen/pemimpin dalam proses bisnis sehari-hari tidak hanya meningkatkan kesediaan pekerja untuk patuh akan aturan di perusahaan. Namun, hal ini juga akan menjadi dasar hubungan yang memungkinkan pekerja untuk berbagi “ketidaksesuaian” dengan atasan, untuk memberi tahu tentang masalah keselamatan yang mungkin memiliki efek terhadap produksi atau tujuan organisasi lainnya.

Sehingga, jika hubungan ini terbina dengan baik maka secara tidak sadar pekerja pun akan aktif terlibat dalam mengemukakan apa yang menjadi persepsinya. Selain itu, pada beberapa kasus peningkatan kesadaran dalam perusahaan juga diperlukan keterlibatan top manajemen. Seperti dalam menelaah kasus kecelakaan (investigasi), dengan keterlibatan top manajemen mulai dari identifikasi eviden/bukti sampai memutuskan apa yang menjadi root cause maka akan membuat hasil investigasi tersebut menjadi berkualitas dan sisi positif lainnya jika proses investigasi dilakukan dengan baik maka dapat menjadi pembelajaran yang pada dasarnya informasi tersebut berguna untuk membentuk bahkan meningkatkan persepsi keselamatan baik pada level pekerja maupun top manajemen.

Pada dasarnya, membentuk dan mengubah persepsi pekerja dan top manajemen bukanlah perkara mudah namun dapat dicapai dengan pendekatan heart to heart dan menjalankan manajemen risiko secara sustainable atau berkelanjutan.

Sebagai penutup, belajarlah untuk melihat sesuatu hal dari berbagai sudut pandang, jangan menutup diri dengan hanya melihat 1 sudut pandang saja. Dunia ini luas, juga termasuk risiko ditempat kerja. Jangan bilang tidak apa-apa, sebelum terjadi apa-apa, kalau sudah terjadi apa-apa, awas! Di papah-papah ke rumah sakit ?

Referensi:

Dekker, Sidney. 2014. Third edition: The Field Guide to understanding ‘human error’. USA: Ashgate Publishing Company.

Hughes, E. Phil dan Ed, Ferrett. 2016. Sixth Edition: Introduction to Health and Safety at Work. New York: Routledge.

Oswald, David, dkk. 2013. Risk Perception and Safety Behaviour: An Ethnographic Study. [pdf], (https://www.researchgate.net/publication/279767040, diakses pada tanggal 04 Maret 2019).

Persepsi terhadap Risiko. [online] (http://darmawansaputra.com/persepsi-terhadap-risiko/, diakses pada tanggal 04 Maret 2019).

Ramli, Soehatman. 2018. Manajemen Risiko dalam Perspektif OHS Risk Management Berbasis ISO 31.000. Bekasi: Prosafe Institute.

Stranks, Jeremy. 2007. Human Factors and Behavioural Safety.  Burlington: Elsevier, ltd.

Sumber Tulisan : https://katigaku.top/2019/03/14/persepsi-risiko-risk-perception/