Contoh Potensi Bahaya yang Ada Dalam Pabrik Baja
Dalam perusahaan fabrikasi baja masih banyak risiko yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Hal ini dikarenakan para pekerja berhubungan langsung dengan benda dan alat berat pada saat bekerja. Dalam tulisan ini kami menggunakan analisis kecelakaan kerja dengan pendekatan dengan HAZOP (Hazard and Operability Study) dikarenakan metode ini mampu memunculkan potensi kecelakaan dalam tempat kerja.
Tujuan tulisan ini yakni untuk berbagi pengetahuan mengenai jenis kecelakaan kerja yang dominan pada perusahaan serta mengetahui faktor utama penyebab terjadinya kecelakaan pada pabrik baja.
Analisa Risiko HAZOP
Metode HAZOP dirasa cocok dengan keadaan perusahaan fabrikasi baja dan mampu
mengidentifikasi risiko dengan cara yang terstruktur dan rapi. Langkah-langkah dalam melakukan HAZOP adalah sebagai berikut (Dian & Resti, 2015):
- Membuat klasifikasi potensi bahaya yang ditemukan pada sebuah sistem (mencari sumber dari potensi adanya bahaya dan seringnya ditemukan potensi tersebut).
- Membuat deskripsi dari ketidaksesuaian dari awal hingga akhir proses operasi.
- Membuat deskripsi dari adanya ketidaksesuaian yang terjadi.
- Membuat sebuah deskripsi dari tindakan sementara yang bisa dilakukan.
- Menentukan nilai risiko (risk asessment) dengan mempertimbangkan kriteria Likelihood (kemungkinan) dan Consequences (keparahan).
- Membuat ranking dari kemungkinan terjadinya bahaya yang dikenali dari tabel HAZOP dengan mengkalkulasi nilai likelihood dan consequences, selanjutnya penggunaan risk matrix untuk mengetahui kemungkinan adanya bahaya yang paling dominan untuk diberikan perhatian khusus dan lebih.
Hasil dan Pembahasan
Dalam usaha mengidentifikasi kemungkinan adanya bahaya yang mungkin terjadi dalam perusahaan fabrikasi baja ini, maka diperlukan alur proses produksi di perusahaan tersebut. Pada tabel ini merupakan hasil identifikasi hazard apa saja yang mungkin terjadi pada setiap stasiun produksi di perusahaan fabrikasi baja :
No | Task | Hazard | Consequence | Action | Recovery |
1 | Melakukan proses pengelasan | Mata terpercik geram | Mata perih, iritasi | Pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan. Apabila tidak memungkinkan maka dirujuk ke RSterdekat | Pekerja dibawa ke ruang kesehatan |
2 | Melakukan Proses pembubutan | Tangan terkena ulir | Adanya luka sobek | Pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
3 | Melakukan penggerindaan | Mata terpercik geram | Mata iritasi, mata perih, | dirujuk ke RS | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
4 | Melakukan material handling | Beban cukup tinggi, kurang berhati- hati | Kuku terkelupas | Pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan, dipersilahkanberistirahat | Pekerja dibawa ke ruang kesehatan |
5 | Melakukan pelubangan pada baja | Salah komunikasi dengan pekerja | Bagian tubuh bengkak | Pemberian obat nyeri | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
6 | Transportasi pada material | Kurang fokus saat bekerja | Adanya luka robek | Pemberian pertolongan pertama, dan diperbolehkan kembalibekerja | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
7 | Melakukan penggerindaan | Area terbuka disertai angin yang kencang | Mata iritasi | Dirujuk ke RS | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
8 | Cutting marking | Beban terlalu berat | Kecetit, kesleo | Dirujuk ke RS dan diperbolehkan pulang | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
9 | Melakukan penggerindaan | Kurangnya komunikasi antar pekerja | Mata iritasi, mata perih | Pemberian pertolongan pertama | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
10 | Melakukan proses pengelasan | Beban terlalu berat | Cidera kaki kesleo | Pemberian obat nyeri, dan diperbolehkan istirahat | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
11 | Melakukan penggerindaan | Ruang penggerindaan tidak luas | Mata pedas, dan iritasi | Dirujuk ke RS | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
12 | Rolling plate | Tidak memakai APD kacamata | Mata pedas, mata iritasi, infeksi mata | Dirujuk ke RS | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
13 | Finishing | Kurang hati-hati dan kurang fokus | Gigi patah, bagian kepala terasa sakit | Dirujuk ke RS dan diperbolehkan pulang | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
14 | Melakukan penggerindaan | Tidak memakai kaos tangan | Timbulnya luka robek | Pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
15 | Packing | Beban cukup tinggi tidak menggunakansarung tangan | Timbulnya luka goresan pada tangan | Pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
16 | Packing | Kurang hati-hati | Jari telunjuk robek, tulang retak | Pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
17 | Melakukan proses pengelasan | Sempitnya ruang pengelasan karena dalam can | Mata iritasi | Pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
18 | Packing | Pekerja tidak paham dengan tools yang ada | Kening terluka, bibir bengkak | Pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
19 | Pengepressan besi | Beban kerja cukup tinggi dan pekerja kurangkonsentrasi | Jempol terluka dan bengkak | Pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
20 | Melakukan pelubangan pada besi | Pinggiran besi tajam | Tumit kiri tergores | Pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
21 | Melakukan pelubangan pada besi | Sisi besi yang tajam | Luka gores pada tangan | Pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
22 | Cutting marking | Jarak antar matras dan pemotongan plasma terlaludekat | Mata iritasi parah dan luka bakar pada bagianmuka | Dirujuk ke RS khusus mata | Pekerja dibawa ke ruang kesehatan |
23 | Melakukan penggerindaan | Menggerinda tanpa cover gerinda | Luka gores pada tangan | Pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
24 | Melakukan penggerindaan | Menggerinda tanpa cover gerinda | Menimbulkan luka robek | Pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
25 | Melakukan penggerindaan | Tidak memakai kacamata safety | Mata perih dan iritasi | Pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
26 | Melakukan penggerindaan | Tidak memakai gloves | Menimbulkan luka robek | Pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
27 | Cutting marking | Tidak memakai gloves | Menimbulkan luka tersayat | Pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
28 | Packing | Kurangnya konsentrasi sehingga terkenapalu | Menimbulkan luka memar dan nyeri | Pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
29 | Material handling | Jumlah beban over dan kurangnyakomunikasi | Luka retak pada tulang jari tangan | Dirujuk ke RS | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
30 | Melakukan proses gerinda penggerindaan | Kacamata safetydilepas | Mata pedas dan iritasi | Dirujuk ke RS | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
31 | Melakukan proses gerinda | Ruang kurang luas | Daerah mata pedas dan iritasi | Pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
32 | Melakukan proses gerinda | Kacamata safety dilepas | Daerah mata pedas dan iritasi | Pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan | Pekerja dibawa ke ruangkesehatan |
Selanjutnya adalah melakukan stratifikasi atau penggolongan terhadap jenis-jenis hazard yang terjadi sehingga dapat diketahui potensi bahaya apa yang paling dominan dan sering terjadi di perusahaan ini. Tools yang digunakan adalah diagram pareto seperti pada Gambar 1. Pada grafik pareto dibawah dapat disimpulkan bahwa jenis kecelakaan kerja yang paling dominan adalah terpercik dimana diikuti oleh tergores, terjepit, terbentur, tertimpa, kecetit, dan tersayat. Dari hasil berikut maka jenis kecelakaan kerja terpercik geram akan ditinjau lebih lanjut.
Setelah didapati jenis hazard yang paling dominan, maka selanjutnya yang dilakukan adalah analisa menggunakan risk matriks mengenai faktor-faktor penyebab kecelakaan terpercik. Dari faktor- faktor penyebab kecelakaan kemudian dilakukakan penetuan dari setiap nilai severity (S) dan occurance (O) melalui metode brainstorming dengan staff yang menangani kecelakaan kerja diperusahaan baja pada workshop 1 dan 2. Hasil yang didapat akan ditempatkan pada risk matriks sesuai dengan ranking yang telah diberikan pada tiap matriks resiko. Pada tabel 2 tersebut merupakan penentuan kriteria ranking yang akan memberikan hasil penyebab kecelakaan kerja yang paling dominan yaitu jenis kecelakaan kerja terpercik. Setelah tabel kriteria terbentuk maka dibuatlah risk matriks pada tabel 5 sesuai dengan nilai ranking untuk menunjukkan warna yang sesuai sehingga mempermudah proses analisa.
Dari beberapa faktor tersebut akan diolah lebih lanjut menggunakan matriks resiko yaitu dengan menilai berdasarkan tingkat keparahan (severity) dan tingkat kemungkinan terjadi (occurance) sehingga didapatkan hasil sebagai berikut:
- Resiko sedang (warna kuning) meliputi suara bising di line produksi, pekerja yang baru masuk atau bisa diartikan pegawai amatir, jam kerja yang berlebihan, mengabaikan prosedur kerja, jam kerja yang telalu tinggi dan lokasi penggerindaan yang kurang luas yang berada didalam can. Enam faktor diatas termasuk dalam kategori risiko sedang yang memerlukan tindakan untuk dikurangi tingkat risikonya, akan tetapi sebaiknya biaya pencegahan harus tetap diperhitungkan dengan teliti dan se efisien mungkin. Selain itu pada tingkat resiko ini, harus ada penetapan lama waktu dalam pengukuran pengurangan risiko.
- Resiko tinggi (warna jingga) meliputi proses penggerindaan overhead, bahan mata gerinda memiliki kualitas yang buruk, pelepasan cover gerinda, dan tidak melengkapai diri dengan APD. Empat hal tersebut termasuk dalam kategori risiko tinggi dimana kegiatan tidak boleh dilaksanakan sebelum faktor – faktor tersebut mampu disolusikan.
Jadi dengan menggunakan penilaian pada matriks risiko dapat dilihat bahwa faktor faktor yang mempengaruhi kecelakaan kerja mata terpercik geram adalah dikarenakan para pekerja ygtidak melengkapi diri dengan APD yang sesuai yaitu kacamata. Dari hasil tersebut pekerja tidak memakai alat pelindung diri setelah dicari akar penyebabnya, didapatkan hasil penyebabnya dan berikut hasilnya sebagai berikut:
- Pada kategori human, para pekerja teridentifikasi merasa kurang nyaman jika memakai alat pelindung diri yaitu kacamata safety, kacamata ini dirasa mengurangi aktivitas gerak pekerja, anggapan bahwa job desc tersebut tidak menimbulkan bahaya, rendahnya bahwa alat pelindung diri itu penting.
- Pada kategori metode, pihak manajemen yang kurang tegas dan kurangnya sanksi yang diberikan bagi pelanggar menyebabkan hal ini masih terus terjadi
- Pada kategori material, kacamata mudah menimbulkan bekas goresan sehingga mengurangi pengelihata dari pekerja.
Kesimpulan
Dari penelitian ini didapatkan bahwa kecelakaan yang paling dominan di perusahaan fabrikasi baja ini adalah terpercik geram yang didapatkan dari hasil stratifikasi dengan 32 tabel hazop. Hal ini dipertegas dengan disajikannya diagram pareto pada gambar 1. yang menunjukkan jenis kecelakaan terpecik merupakan jenis kecelakaan dominan.
Penyebab utama dari kecelakaan paling dominan pada penelitian ini adalah para pekerja yang tidak melengkapi diri dengan APD pada saat bekerja yaitu kacamata, dimana hasil risk matriks menunjukkan warna jingga. Hal ini didapatkan setelah melakukan investigasi dengan angka Severity dan Occurance setelah dilakukan stratifikasi hazard serta pembuatan diagram pareto. Tabel HAZOP sangat membantu dalam pengumpulan data hazard perusahaan berdasarkan alur produksi sehingga dapat disimpulkan bahwa hazard paling tinggi di perusahaan adalah terpercik geram.
Daftar Pustaka
Dunjó, J., Fthenakis, V., Vílchez, J. A., dan Arnaldos, J. (2010). Hazard and operability (HAZOP) analysis. A literature review’. Journal of Hazardous Materials, Vol. 173, No. 1–3, hal. 19–32. doi: 10.1016/j.jhazmat.2009.08.076.
Febriyan, D., Anindita, G., dan Mayangsari, N. E. (2017). Analisis potensi bahaya menggunakan metode HAZOP dan Fuzzy Layer of Protection Analysis pada Desiccant Dehydration Unit di PT Lapindo Brantas, inc. Seminar Nasional K3 PPNS 2017, Vol 1, No. 1, hal. 328–333.
Hamdy, M. I. dan Tanjung, L. S. (2016). Analisa potensi bahaya dan upaya pengendalian kecelakaan kerja pada proses penambangan batu adesit di PT. Dempo Bangun Mitra. Jurnal Teknik Industri: Jurnal Hasil Penelitian dan Karya Ilmiah dalam Bidang Teknik Industri, Vol. 2, No. 2, hal. 148- 154. doi: 10.24014/jti.v2i2.5101.
Khamid, A., Mulyadi, Y. and Mukhtasor, M. (2019). Analisa risiko keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terhadap kecelakaan kerja serta lingkungan dengan menggunakan metode Hazard and Operability Study (HAZOP) pada proses scrapping kapal. Jurnal Teknik ITS, Vol. 7, No. 2, hal. 3– 8. doi: 10.12962/j23373539.v7i2.33216.
Kotek, L. dan Tabas, M. (2012). HAZOP Study with Qualitative Risk Analysis for Prioritization of Corrective and Preventive Actions. 20th International Congress of Chemical and Process Engineering CHISA 2012, hal. 808–815. (Prague, 25-29 Agustus 2012). doi: 10.1016/j.proeng.2012.07.473.
Restuputri, D. P. dan Sari, R. P. D. (2015). Analisis Kecelakaan Kerja Dengan Menggunakan Metode Hazard and Operability Study (Hazop). Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 14, No. 1, hal. 24–35.
Sumber tulisan disadur dari : https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwj33fOBocv-AhVMVmwGHc1ZCjgQFnoECAcQAQ&url=https%3A%2F%2Fjournal.ittelkom-sby.ac.id%2Fjaiit%2Farticle%2Fdownload%2F16%2F32&usg=AOvVaw17ua_uzxcqoIb2vYKFKYIH